Minggu, 30 Desember 2018

INFRASTRUKTUR KEAIRAN

Infrastruktur keairan

Pengertian InfrastrukturPengertian Infrastruktur tercantum dalam beberapa versi. menurut American Public Works Association(Stone, 1974 Dalam Kodoatie,R.J.,2005), adalah fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi dan pelayanan-pelayanan similar untuk memfasilitasi tujuan-tujuan sosial dan ekonomi. Jadi infrastruktur merupakan sistem fisik yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi.


Secara teknik, infrastruktur memiliki arti dan definisi sendiri yaitu merupakan aset fisik yang dirancang dalam sistem sehingga memberikan pelayanan publik yang penting.

Sistem Infrastruktur

Sistem infrastruktur didefinisikan sebagai fasilitas atau struktur dasar, peralatan, instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat (Grigg, 2000 dalam Kodoatie,R.J.,2005). Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan masyarakat.



Disini, infrastruktur berperan penting sebagai mediator antara sistem ekonomi dan sosial dalam tatanan kehidupan manusia dan lingkungan. Kondisi itu agar harmonisasi kehidupan tetap terjaga dalam arti infrastruktur tidak kekurangan (berdampak pada manusia), tapi juga tidak berlebihan tanpa memperhitungkan daya dukung lingkungan alam karena akan merusak alam dan pada akhirnya berdampak juga kepada manusia dan makhluk hidup lainnya.


Dalam hal ini, lingkungan alam merupakan pendukung sistem infrastruktur, dan sistem ekonomi didukung oleh sistem infrastruktur, sistem sosial sebagai obyek dan sasaran didukung oleh sistem ekonomi. Analoginya seperti gambar dibawah ini :



Pengelompokan sistem insfrastruktur dapat dibedakan menjadi (Grigg, 2000 dalam Kodoatie,R.J.,2005) :

Grup keairanGrup distribusi dan produksi energiGrup komunikasiGrup transportasi (jalan, rel)Grup bangunanGrup pelayanan transportasi (stasiun, terminal, bandara, pelabuhan, dll)Grup pengelolaan limbahKomponen Infrastruktur

Komponen-komponen di dalam infrastruktur menurut APWA (American Public Works Association) adalah :

Sistem penyediaan air : waduk, penampungan air, transmisi dan distribusi, fasilitas pengolahan air (water treatmentSistem pengelolaan air limbah : pengumpul, pengolahan, pembuangan, daur ulangFasilitas pengelolaan limbah padatFasilitas pengendalian banjir, drainase dan irigasiFasilitas lintas air dan navigasiFasilitas transportasi: jalan, rel, bandar udara (termasuk tanda-tanda lalu lintas dan fasilitas pengontrolSistem transit publikSistem kelistrikan: produksi dan distribusiGedung publik: sekolah, rumah sakitFasilitas perumahan publikTaman kota sebagai daerah resapan, tempat bermain termasuk stadion

Sedangkan menurut P3KT, komponen-komponen infrastruktur antara lain:

Perencanaan kotaPeremajaan kotaPembangunan kota baruDrainaseAir limbahPersampahanPengendalian banjirPerumahanPerbaikan kampungPerbaikan prasarana kawasan pasar

Dilihat dari input - output bagi penduduk, komponen-komponen tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga karakteristik, yaitu:

Komponen yang memberi input kepada penduduk. Jenis infrastruktur yang termasuk dalam kategori ini adalah prasarana air minum dan listrikKomponen yang mengambil output dari penduduk. Jenis infrastruktur yang termasuk dalam kelompok ini adalah prasarana drainase/pengendalian banjir, pembuangan air kotor/sanitasi, dan pembuangan sampah.Komponen yang dapat dipakai untuk memberi input maupun mengambil output. Jenis infrastruktur yang termasuk dalam kelompok ini meliputi: prasarana jalan dan telepon.

Selasa, 18 Desember 2018

Pengendalian Banjir Dan Kekeringan

KATA PENGANTAR
Puji syukur diberikan kepada Allah SWT yang mana berkat rahmat dan karunianyalah makalah ini dapat kami selesaikan. Makalah ini berjudul Pengendalian Banjir Dan Kekeringan. Makalah ini di buat guna melengkapi tugas mata kuliah Pengelolaan Sumber Daya Air yang dibimbing oleh MUH. THALIB GUNAWAN, S.T.,M.T
Salawat dan salam semoga tetap tercurah pada Nabi akhir zaman Muhammad SAW, dengan keinginan besar makalah ini dapat terselesaikan dan dapat menjadi bahan tambahan bagi penilaian dosen pada bidang studi Pengelolaan Sumber Daya Air. Semoga makalah ini menjadi suatu informasi yang berguna yang dapat diambil mamfaatnya oleh semua pihak yang membacanya serta menjadi suatu bahan yang dapat dibahas untuk menjadi kesadaran kita dalam menjaga lingkungan nantinya.
Ucapan terima kasih di sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun makalah ini. Dengan sangat menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, apabila ada penulisan kata yang salah saya selaku pembuat makalah ini memohon maaf atas kesalahan yang di buat.
















DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN……………………………………………………………………………...1
    1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………..1
    1.2 Tujuan………………………………………………………………………………………2
    1.3 Mamfaat…………………………………………………………………………………..2
    1.4 Rumusan Masalah………………………………………………………………………...2
    1.5 Sumber Data dan Pengumpulan Data……………………………………………………...3

II. PEMBAHASAN………………………………………………………………………………4
2.1  Pengendalian Banjir………………………………………………………………………..4
2.2  Sistem Pengelolaan Kekeringan……………………………………………………….....11
III. PENUTUP…………………………………………………………………………………..18
     3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………….18









DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makalah ini kami buat demi mengkaji “Pengendalian Banjir dan Kekeringan” dan guna melengakapi tugas pada bidang studi Pengelolaan Sumber Daya Air khususnya, dan juga sebagai penambahan ilmu dalam pengkajian tentang bagaimana langkah kita dalam menjaga lingkungan. Dengan adanya makalah ini di harapkan dapat dijadikan pengetahuan bagi orang-orang yang  ingin mengkaji Pengendalian Banjir dan Kekeringan  dan sebagai pengetahuan umum bagi teman-teman yang membacanya. Banjir dan kekeringan sering kita temuai apalagi diadaerah tropis yang hanya terdiri dari dua musim, musim panas dan musim hujan. Kata Banjir memang telah menjadi hal biasa buat masyarakat Indonesia. Tak dapat dipungkiri Hampir setiap tahun Indonesia selalu mendapatkan masalah banjir dan sampai saat ini pun belum ada solusi yang dapat menanggulangi permasalahan ini. Ketidaksadaran akan bahayanya banjir dan penyebab-penyebab terjadinya banjir menjadi penyebab kenapa banjir tersebut setiap tahun melanda Indonesia. Di Negara maju seperti Amerika Serikat telah diluncurkan jalan yang menggunakan photocatalytic cement, sebuah cara paving permukaan terbaru. Jalan ini mengandung partikel nano dari titanium dioksida. Dengan partikel ini, jalan tersebut mampu "memakan" asap dan menghapus gas nitrogen oksida dari udara. Selain itu, lebih dari 60 persen sisa kontruksi bisa didaur ulang. Banjir yang sering terjadi selama ini di Jakarta, Bandung, ataupun daerah, sebagian besar disebabkan karena curah hujan yang cukup tinggi. Namun demikian, ulah manusia juga yang membuang sampah sampah di sungai, menebang pohon sehingga hutan menjadi gundul juga memjadi penyebab terjadinya banjir.
Begitupun sama dengan halnya kekeringan. Di Indonesia lumayan sering terjadi kekeringan apalagi disaat musim kemarau. Musim kemarau yang panjang akan menyebabkan kekeringan karena cadangan air tanah akan habis akibat penguapan (evaporasi), transpirasi, ataupun penggunaan lain oleh manusia. Kekeringan dapat menjadi bencana alam apabila mulai menyebabkan suatu wilayah kehilangan sumber pendapatan akibat gangguan pada pertanian dan ekosistem yang ditimbulkannya. Tanah merupakan faktor yang menentukan pula kemungkinan terjadinya kekeringan. Besar kecilnya kemampuan tanah untuk menyimpan lengas menentukan besar kecilnya kemungkinan terjadinya kekeringan. Perbedaan fisik tanah juga akan menentukan cepat lambatnya atau besar kecilnya kemungkinan tanaman mengalami kekeringan. Air untuk daerah tadah hujan diperoleh dari air hujan. Ciri atau sifat hujan di suatu daerah menentukan kemungkinan terjadi atau tidaknya kekeringan di daerah itu. Perubahan yang tak beraturan dari waktu ke waktu adalah tantangan yang besar dalam memprakirakan kebutuhan air tanaman. Fenomena ini menyebabkan kita semua, khususnya para petani, merasa was-was dan kalang kabut. Karena kekeringan, tanaman padi milik para petani terancam puso atau gagal panen sehingga merugi. Karena kekeringan, air bersih telah menjadi barang yang langka dan mahal sehingga harus ada biaya tambahan untuk membeli air. Karena itu, perlu ada penanganan khusus agar kita semua bisa terbebas dari ancaman kekeringan, khususnya bagi para petani.


1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari masalah tersebut antara lain :
1.      Sebagai tugas pada mata kuliah Pengelolaan Sumber Daya Air.
2.      Sebagai ilmu pengetahuan dalam pengendalian banjir dan kekeringan  yang terjadi dilingkungan.

1.3 Mamfaat
Adapun mamfaat dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Dapat mengetahui yang ditimbulkan oleh banjir dan kekeringan.
2.      Mengerti bagaimana cara dalam mengatasi banjir dan kekeringan yang terjadi  dilingkungan.
3.      Ilmu pengetahuan dalam pengendalian banjir dan kekeringan.
4.      Mengetahui respon dan mitigasi dalam masyarakat sekitar.

1.4 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah antara lain sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan banjir dan kekeringan?
2.      Apa saja yang menyebabkan terjadinya banjir dan kekeringan?
3.      Bagaimana tindakan untuk mengatasi banjir dan kekeringan?
4.      Bagaimana cara penanggulangan banjir dan kekeringan?
5.      Bagaimana indeks dan mitigasi oleh masyarakat sekitar dalam mengatasi kekeringan?
1.5  Sumber Data dan Pengumpulan Data
Sumber data yang di gunakan berasal dari pengumpulan data media internet yang dapat memberikan informasi tentang Pencemaran Air sebagai ruang lingkup dalam makalah ini.





II. PEMBAHASAN
2.1 Pengendalian Banjir
A. Pengertian Banjir
Air merupakan sumber kehidupan. Seluruh kehidupan di bumi ini bergantung pada keberadaan air, karena air merupakan kebutuhan dasar seluruh mahkluk di bumi. Manusia memerlukan air untuk terus hidup, mulai dari kebutuhan untuk tubuh seperti minum, untuk kebersihan seperti mandi dan mencuci, sampai dalam mata pencaharian masing-masing seperti dalam pertanian atau industri. Disisi lain air yang jumlahnya terlalu banyak karena curah hujan akan menyebabkan terjadinya banjir sehingga banyak merugikan masyarakat dan aktifitas manusia lainnya. Adapun beberapa pengertian banjir sebagai berikut :
1.      Berdasar SK SNI M-18-1989-F (1989) dalam Suparta 2004, banjir adalah aliran air yang relatif tinggi, dan tidak tertampung oleh alur sungai atau saluran.
2.      Buku Geografi kelas XI yang ditulis oleh Nurmala Dewi tahun 2007, banjir adalah peristiwa tergenangnya suatu wilayah oleh air, baik air hujan, air sungai, maupun air pasang.
3.      Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di suatu kawasan yang banyak dialiri oleh aliran sungai. Secara sederhana banjir dapat didefinisikan sebagainya hadirnya air di suatu kawasan luas sehingga menutupi permukaan bumi kawasan tersebut.
4.      Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan. Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di selokan sungai.
Banjir yang terjadi dilingkungan kita tentu saja banyak. Bahkan definisi dari bermacam-macam banjir itu tersebut berbeda. Terdapat berbagai macam banjir yang disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:
1.      Banjir air
Banjir yang satu ini adalah banjir yang sudah umum. Penyebab banjir ini adalah meluapnya air sungai, danau, atau selokan sehingga air akan meluber lalu menggenangi daratan. Umumnya banjir seperti ini disebabkan oleh hujan yang turun terus-menerus sehingga sungai atau danau tidak mampu lagi menampung air.
2.      Banjir “Cileunang”
Jenis banjir yang satu ini hampir sama dengan banjir air. Namun banjir cileunang ini disebakan oleh hujan yang sangat deras dengan debit air yang sangat banyak. Banjir akhirnya terjadi karena air-air hujan yang melimpah ini tidak bisa segera mengalir melalui saluran atau selokan di sekitar rumah warga. Jika banjir air dapat terjadi dalam waktu yang cukup lama, maka banjir cileunang adalah banjir dadakan (langsung terjadi saat hujan tiba).
3.      Banjir bandang
Tidak hanya banjir dengan materi air, tetapi banjir yang satu ini juga mengangkut material air berupa lumpur. Banjir seperti ini jelas lebih berbahaya daripada banjir air karena seseorang tidak akan mampu berenang ditengah-tengah banjir seperti ini untuk menyelamatkan diri. Banjir bandang mampu menghanyutkan apapun, karena itu daya rusaknya sangat tinggi. Banjir ini biasa terjadi di area dekat pegunungan, dimana tanah pegunungan seolah longsor karena air hujan lalu ikut terbawa air ke daratan yang lebih rendah. Biasanya banjir bandang ini akan menghanyutkan sejumlah pohon-pohon hutan atau batu-batu berukuran besar. Material-material ini tentu dapat merusak pemukiman warga yang berada di wilayah sekitar pegunungan.
4.      Banjir rob (laut pasang)
Banjir rob adalah banjir yang disebabkan oleh pasangnya air laut. Banjir seperti ini kerap melanda kota Muara Baru di Jakarta. Air laut yang pasang ini umumnya akan menahan air sungan yang sudah menumpuk, akhirnya mampu menjebol tanggul dan menggenangi daratan.
5.      Banjir lahar dingin
Salah satu dari macam-macam banjir adalah banjir lahar dingin. Banjir jenis ini biasanya hanya terjadi ketika erupsi gunung berapi. Erupsi ini kemudian mengeluarkan lahar dingin dari puncak gunung dan mengalir ke daratan yang ada di bawahnya. Lahar dingin ini mengakibatkan pendangkalan sungai, sehingga air sungai akan mudah meluap dan dapat meluber ke pemukiman warga.
6.      Banjir lumpur
Banjir lumpur ini identik dengan peristiwa banjir Lapindo di daerah Sidoarjo. Banjir ini mirip banjir bandang, tetapi lebih disebabkan oleh keluarnya lumpur dari dalam bumi dan menggenangi daratan. Lumpur yang keluar dari dalam bumi bukan merupakan lumpur biasa, tetapi juga mengandung bahan dan gas kimia tertentu yang berbahaya. Sampai saat ini, peristiwa banjir lumpur panas di Sidoarjo belum dapat diatasi dengan baik, malah semakin banyak titik-titik semburan baru di sekitar titik semburan lumpur utama.
B. Penyebab Banjir
Banjir diakibatkan oleh volume air di suatu badan air seperti sungai atau danau yang meluap atau menjebol bendungan sehingga air keluar dari batasan alaminya. curah hujan tidak dapat diprediksi secara akurat akibat pemanasan global yang menyebabkan iklim menjadi tidak menentu. Adapun beberapa penyebab terjadinya banjir antara lain sebagai berikut :


Ø  Sungai
-        Lama: Endapan dari hujan atau pencairan salju cepat melebihi kapasitas saluran sungai. Diakibatkan hujan deras monsun, hurikan dan depresi tropis, angin luar dan hujan panas yang mempengaruhi salju. Rintangan drainase tidak terduga seperti tanah longsor, es, atau puing-puing dapat mengakibatkan banjir perlahan di sebelah hulu rintangan.
-        Cepat: Termasuk banjir bandang akibat curah hujan konvektif (badai petir besar) atau pelepasan mendadak endapan hulu yang terbentuk di belakang bendungan, tanah longsor, atau gletser.
Sungai-sungai yang membelah Jakarta sudah tidak lagi berfungsi maksimal dalam menampung air. Selain karena pendangkalan dan rumah-rumah penduduk yang menyemut di sepanjang pinggirannya, juga karena sungai-sungai ini penuh dengan sampah. Berbagai jenis sampah dapat ditemukan di badan sungai. Di beberapa tempat, tumpukan sampah itu begitu banyak sehingga menjadi sebuah daratan yang dapat diinjak manusia.
Ø  Muara
Biasanya diakibatkan oleh penggabungan pasang laut yang diakibatkan angin badai. Banjir badai akibat siklon tropis atau siklon ekstratropismasuk dalam kategori ini.
Ø  Pantai
Diakibatkan badai laut besar atau bencana lain seperti tsunami atau hurikan). Banjir badai akibat siklon tropis atau siklon ekstratropismasuk dalam kategori ini.
Ø  Peristiwa Alam
Diakibatkan oleh peristiwa mendadak seperti jebolnya bendungan atau bencana lain seperti gempa bumi dan letusan gunung berapi.
Ø  Manusia
Kerusakan akibat aktivitas manusia, baik disengaja atau tidak merusak keseimbangan alam
Ø  Lumpur
Banjir lumpur terjadi melalui penumpukan endapan di tanah pertanian. Sedimen kemudian terpisah dari endapan dan terangkut sebagai materi tetap atau penumpukan dasar sungai. Endapan lumpur mudah diketahui ketika mulai mencapai daerah berpenghuni. Banjir lumpur adalah proses lembah bukit, dan tidak sama dengan aliran lumpur yang diakibatkan pergerakan massal.
Ø  Lainnya
Banjir dapat terjadi ketika air meluap di permukaan kedap air (misalnya akibat hujan) dan tidak dapat terserap dengan cepat (orientasi lemah atau penguapan rendah). Rangkaian badai yang  bergerak ke daerah yang sama. Berang-berang pembangun bendungan dapat membanjiri wilayah perkotaan dan pedesaan rendah, umumnya mengakibatkan kerusakan besar.
Adapun penyebab banjir lainnya yang dapat didefinisikan antara lain sebagai berikut :
ü  Hujan
Tingginya curah hujan menjadi salah satu faktor penyebab banjir. Hal ini dapat dilihat dari statistik terjadinya bencana alam banjir umumnya terjadi pada setiap musim penghujan. Ketika intensitas hujan meningkat maka akan terjadi pula peningkatan debit air. Apabila suatu daerah tidak memiliki sistem pengairan atau resapan air yang baik, maka potensi terjadinya banjir di tempat tersebut lebih besar.
ü  Pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya
Di daerah perkotaan, inilah salah satu kontributor terbesar dalam hal penyumbatan saluran air seperti gorong-gorong atau got membuat aliran air terhambat sehingga tidak dapat mengalir ke tempat lain. Kesadaran masyarakat sekitar untuk tidak membuang sampah ke sungai atau selokan diperlukan untuk mengurangi banjir.
ü  Kurangnya daerah resapan air
Tata ruang buruk seperti tidak adanya taman kota atau pembangunan pada tanah olahan kosong mengakibatkan hilangnya daerah yang seharusnya menjadi daerah untuk resapan air . Pengaturan tempat pemukiman  sebaiknya berada pada tanah yang memang memiliki resapan air rendah bukan pada tanah terbuka berdaya serap tinggi.
C. Tindakan Untuk Mengatasi Banjir
            Untuk menanggulangi terjadinya banjir, maka dibutuhkan cara penanggulangan sebagai berikut:
            1. Pengoptimalan sungai ataupun selokan, sungai ataupun selokan sebaiknya dipelihara dan dipergunakan sebagaimana mestinya. Sungai ataupun selokan tidak untuk tempat pembuangan sampah. Kebersihan air dan deras arusnya harus di pantau setiap saat sekedar untuk mengamati jika sewaktu-waktu terjadi banjir.
            2. Larangan pembuatan rumah penduduk di sepanjang sungai, tanah di pinggiran sungai tidak seharusnya digunakan sebagai areal pemukiman penduduk. Selain menyebabkan banjir, juga tatanan pola masyarakat menjadi tidak teratur.
            3. Melaksanakan program tebang pilih dan reboisasi, pohon yang telah ditebang seharusnya ada penggantinya. Menebang pohon yang telah berkayu kemudian tanam kembali tunas pohon yang baru. Ini bertujuan untuk regenerasi hutan agar tidak gundul.
            4. Mempergunakan alat pendeteksi banjir sederhana, untuk memantau tanda-tanda terjadinya banjir, dibutuhkan suatu alat pendeteksi banjir. Alat pendeteksi ini dibuat secara sederhana agar masyarakat mampu untuk membuatnya.
Banyak yang bisa kita lakukan dalam mengatasi masalah banjir yang terjadi didaerah maupun dikota dan dinegara-negara yang pernah terkena banjir. Sebagai berikut adalah langkah-langkah dalam mengatasi banjir :
Ø  Tidak membangun pemukiman di daerah sekitar sungai
            Kepadatan penduduk di kota besar selalu diimbangi dengan rendahnya ketersediaan lahan untuk rumah tinggal. Rendahnya tingkat ekonomi masyarakat ikut memberikan andil dalam hal ini. Ketika daerah pinggiran sungai dijadikan tempat tinggal maka tentu saja daerah resapan air akan semakin berkurang. Selain itu kala banjir, korban pertama adalah mereka yang tidak di daerah pinggiran sungai. Diperlukan kebijakan pemerintah dalam merelokasikan warga yang sudah bermukim disana sekaligus menekan laju urbanisasi.
Ø  Perbanyak ruang terbuka hijau (RTH)
            RTH di kota besar seharusnya sekitar 30% dari luas kota. Sayangnya di lapangan, ruang terbuka hijau hanya sekitar 10% padahal ini adalah salah satu sarana untuk mengatasi banjir karena ketika hujan turun, air dapat diserap secara maksimal. Di luar itu, RTH berguna untuk mengurangi polusi, menjadi tempat olahraga,  bermain, dan bersantai warga
Ø  Menanam pohon
            Hal ini bisa dilakukan di pekarangan rumah, kantor, sekolah dan tempat umum lainnya. Keberadaan pohom dapat menciptakan kota yang hijau, membantu mengurangi polusi udara, memperbanyak resapan air
Ø  Membuat Lubang Resapan Biopori (LRB)
            Banyak masyarakat kita belum mengerti seperti apa dan gunanya biopori. Hal seperti ini bisa ditangani dengan sosialisasi oleh pemerintah atau lembaga masyarakat setempat. Di Bandung, Walikotanya sengaja membuat program sejuta biopori dengan mengajak warga. Cara ini cukup berhasil karena di tiap RT minimal mempunyai 1 biopori dan banyak dari masyarakat yang kemudian mengerti tentang LRB. Biopori berguna untuk mengurangi jumlah air hujan atau air dari saluran pembuangan di permukaan tanah.  Biopori sendiri merupakan sebuah lubang berdiameter 10 – 30 cm  dengan kedalaman vertikal 80cm -100 cm. Setelah dibuat lubangnya, diisi dengan batu kerikil pada dasarnya lalu ditutupi dengan sampah organik seperti dedaunan.
Ø  Penanganan sampah yang baik
            Merubah kebiasaan masyarakat tentunya bukan hal mudah oleh karena itu diperlukan penanganan tepat sasaran dalam menangani masalah ini oleh pemerintah setempat. Kesadaran pribadi masyarakat perlu ditingkatkan demi kebaikan bersama. Salah satu cara penanganan sampah yang baik adalah selain membuang sampah pada tempatnya yaitu memisahkan antara sampah organik dengan non organik demi mempercepat proses pengolahan sampah
            Selain Indonesia, ternyata ada beberapa Negara seperti India dan China yang tergolong rawan banjir dan didatangi banjir rutin tiap tahunnya. Penyebabnya bervariasi tapi banjir selalu mendatangkan kerugian besar. Menurut seorang peneliti di pusat studi bencana alam Universitas Gajah Mada, Indonesia berada di urutan ketiga negara rawan banjir. India berada di posisi pertama disusul oleh China. Bukan hanya masalah di negeri ini, banjirpun menjadi masalah banyak negara. Selain indonesia, India dan China adalah negara yang tergolong rawan banjir. Setiap tahun banjir rutin menyambangi ketiga negara ini. Apabila pengertian banjir ini dipahami oleh masyarakat luas maka potensi terjadinya banjir dapat dikurangi secara signifikan karena manusia memiliki kontribusi yang tidak sedikit akan terjadinya banjir.
D. Pola Pengendalian Banjir
Berikut adalah pola dalam pengendalian banjir antaranya adalah :
1.      Pengendalian banjir dilakukan dengan prinsip pengendalian secara terpadu.
2.      Pengendalian dimulai dari hulu dengan mengoperasikan waduk-waduk untuk pengendalian banjir. Waduk yang mempunyai kemampuan untuk menampung limpasan air (banjir) adalah waduk dengan pola operasi tahunan
3.      Pengaturan tinggi muka air dan debit yang mengalir di sungai akibat pembendungan dilakukan dengan mengatur operasi pintu air di bendungan atau bendungan yang secara berantai.
2.2 Sistem Pengelolaan Kekeringan
            A. Definisi Kekeringan
            Letak geografis diantara dua benua, dan dua samudra serta terletak di sekitar garis khatulistiwa merupakan faktor klimatologis penyebab banjir dan kekeringan di Indonesia. Posisi geografis ini menyebabkan Indonesia berada pada belahan bumi dengan iklim monsoon tropis yang sangat sensitif terhadap anomali iklim El-Nino Southern Oscillation (ENSO). ENSO menyebabkan terjadinya kekeringan apabila kondisi suhu permukaan laut di Pasifik Equator bagian tengah hingga timur menghangat (El Nino). Berdasarkan analisis iklim 30 tahun terakhir menunjukkan bahwa, ada kecenderungan terbentuknya pola iklim baru yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Dampak terjadinya perubahan iklim terhadap sektor pertanian adalah bergesernya awal musim kemarau yang menyebabkan berubahnya pola tanam karena adanya kekeringan. Beberapa definisi kekeringan antara lain sebagai berikut :
1.      Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah dalam masa yang berkepanjangan (beberapa bulan hingga bertahun-tahun). Biasanya kejadian ini muncul bila suatu wilayah secara terus-menerus mengalami curah hujan di bawah rata-rata. Musim kemarau yang panjang akan menyebabkan kekeringan karena cadangan air tanah akan habis akibat penguapan (evaporasi), transpirasi, ataupun penggunaan lain oleh manusia.
2.      Secara umum pengertian kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah dari kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan.
3.      Kekeringan merupakan salah satu bentuk kondisi ekstrim dan kejadian alam yang kejadiannya tidak dapat dihindari serta karakteristiknya masih menyimpan ruang yang luas untuk dipelajari dan dikaji lebih mendalam. Kekeringan seringkali ditanggapi dengan pemahaman yang berbeda-beda.
4.      Kekeringan adalah suatu kejadian akibat faktor Perubahan iklim/cuaca, faktor hidrologis dan faktor agronomis yang mengakibatkan kerugian bagi mahluk hidup.
5.      Secara umum oleh UN-ISDR (2009) sebagai kekurangan curah hujan dalam suatu periode waktu, biasanya berupa sebuah musim atau lebih, yang menyebabkan kekurangan air untuk berbagai kegiatan, kelompok, atau sektor lingkungan.
B. Pendekatan dan Indeks Kekeringan
            Indeks kekeringan merupakan suatu perangkat utama untuk mendeteksi, memantau, dan mengevaluasi kejadian kekeringan. Kekeringan memiliki karakter multi-disiplin yang membuat tidak adanya sebuah definisi yang dapat diterima oleh semua pihak di dunia. Demikian pula tidak ada sebuah indeks kekeringan yang berlaku universal (Niemeyer, 2008). Perlunya mengembangkan indeks kekeringan adalah:
a)      Secara ilmiah diperlukan indikator untuk mendeteksi, memantau dan mengevaluasi kejadian kekeringan.
b)      Perkembangan teknologi pengambilan data dan metodologi analisis juga memberikan arah baru pengembangan indeks.
c)      Kebutuhan para pemangku kepentingan untuk pelaksanaan alokasi air di lapangan.
            Indeks kekeringan di Turki (Ceylan, 2009) menggunakan kombinasi antara hujan dan tampungan air di waduk. Status kekeringan adalah: (1) Normal jika hujan berada dalam kondisi normal, dan air tampungan di waduk memenuhi untuk 120 hari; (2) Awas, jika hujan dibawah normal, dan air tampungan di waduk antara 90 sampai 120 hari; (3) Waspada, jika hujan dibawah normal dan air di waduk hanya cukup untuk 60 sampai 90 hari; dan (4) Darurat, jika hujan dibawah normal, dan tampungan air di waduk hanya mampu untuk paling banyak 60 hari.
            C. Strategi Penanggulangan Kekeringan
            Sasaran penanggulangan kekeringan ditujukan kepada ketersediaan air dan dampak yang ditimbulkan akibat kekeringan. Untuk penanggulangan kekurangan air dilakukan melalui: pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air, penyediaan air minum dengan mobil tangki, penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan, penyediaan pompa air, dan pengaturan pemberian air bagi pertanian secara darurat (seperti gilir giring).
Untuk penanganan dampak, perlu dilakukan secara terpadu oleh sektor terkait. Dampak Sosial penyelesaian konflik antar pengguna air.
a)      Pengalokasian program padat karya di daerah-daerah yang mengalami kekeringan.
Dampak Ekonomi.
b)      Peningkatan cadangan air melalui pembangunan waduk-waduk baru, optimalisasi fungsi embung, situ, penghijauan daerah tangkapan air, penghentian perusakan hutan, dll.
c)      Peningkatan efisiensi penggunaan air melalui gerakan hemat air dan daur ulang pemakaian air.
d)     Mempertahankan produksi pertanian, peternakan, perikanan, dan kayu/hutan melalui diversifikasi usaha.
e)      Meningkatkan pendapatan petani dan perdagangan hasil pertanian melalui perbaikan sistem pemasaran.
f)       Mengatasi masalah transportasi air dengan menggunakan alternatif moda transportasi lain atau melakukan stok bahan pokok. Dampak Keamanan.
g)      Mengurangi kriminalitas melalui penciptaan lapangan pekerjaan.
h)      Mencegah kebakaran dengan meningkatkan kehati-hatian dalam penggunaan api.
Dampak Lingkungan.
i)        Mengurangi erosi tanah melalui penutupan tanah (land covering).
j)        Mengurangi beban limbah sebelum dibuang ke sumber air.
k)      Meningkatkan daya dukung sumber air dalam menerima beban pencemaran dengan cara pemeliharaan debit sungai.
l)        Membangun waduk-waduk baru untuk menambah cadangan air pada musim kemarau.
m)    Mempertahankan kualitas udara (debu, asap, dan lain-lain) melalui pencegahan pencemaran udara dengan tidak melakukan kegiatan yang berpotensi menimbulkan kebakaran, yang menimbulkan terjadinya pencemaran udara.
n)      Mencegah atau mengurangi kebakaran hutan dengan pengolahan lahan dengan cara tanpa pembakaran.
Untuk mempertahankan persediaan padi nasional dan menyelamatkan kehidupan para petani, perlu ada upaya penanganan kekeringan ini. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan meliputi:
1.      Pembuatan embung, sebagai penampung air hujan, embung dapat menjadi penyedia air pada saat musim kemarau tiba, terutama di awal musim kemarau. Keberadaan embung dapat menyelamatkan tanaman yang ”terjebak” oleh datangnya musim kemarau. Ketersediaan air dalam embung tergantung dari kapasitas embung itu sendiri. Dengan kata lain, semakin besar kapasitas embung, semakin lama air yang tersedia dan semakin banyak lahan yang bisa diairi.
2.      Memperbaiki saluran dan sarana irigasi, dewasa ini banyak sekali saluran irigasi yang kondisinya sudah rusak, temboknya retak-retak, dan lain-lain. Kondisi seperti ini akan memperbanyak kebocoran air di perjalanan. Sebab, air akan banyak meresap dan terbuang ke dalam tanah sehingga semakin ke hilir debit airnya makin berkurang. Karena itu, perbaikan saluran yang rusak dapat mempertahankan debit air dari hulu hingga ke tempat tujuan, hilir.
3.      Mengatasi waduk dari pendangkalan, salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pemeliharaan waduk adalah terjadinya pendangkalan. Pada tahap selanjutnya, pendangkalan dapat mengurangi kapasitas waduk dalam manampung volume air sehingga pada musim kemarau waduk cepat mengering. Salah satu penyebab pendangkalan adalah adanya sedimentasi butiran tanah yang di bawa oleh aliran sungai dari daerah hulu akibat rusaknya ekosistem hulu.
4.      Melakukan penghijauan dan mengurangi konversi lahan di daerah hulu, berkaitan dengan pendangkalan waduk, penghijauan dapat mengurangi terjadinya sedimentasi. Tanaman yang ditanam pada lahan-lahan kosong dapat menjaga/mengikat butiran tanah saat terjadi hujan. Tanaman yang rapat juga dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam menyerap air hujan, mengurangi aliran permukaan dan penguapan sehingga air tanah akan tersedia lebih lama. Dengan demikian, pasokan air untuk waduk tetap kontinyu dengan fluktuasi debit yang relatif kecil. Sebaliknya, konversi lahan di derah hulu dapat mengurangi kemampuan lahan dalam menyerap air hujan. Akibatnya, pada saat musim hujan, air akan lebih banyak dialirkan melalui permukaan dan pada saat musim kemarau air cepat mengering sehingga pasokan air ke waduk tidak kontinyu.
5.      Memberikan peringatan dini akan terjadinya kekeringan, peringatan dini oleh instansi pemerintah (nasional dan daerah) sangat penting dilakukan. Adanya peringatan dini dapat memberikan pertimbangan dan informasi bagi para petani kapan harus menanam dan kapan tidak boleh menanam, sehingga tanamannya tetap aman dan tidak terjebak oleh musim kemarau.
Memberikan bantuan pompa air, pada beberapa daerah, para petani memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap pompa air. Pompa air sangat dibutuhkan pada saat pengadaan air dari irigasi tidak ada atau tidak mencukupi. Pada saat itu, salah satu upaya para petani dalam mengatasi kelangkaan air ini adalah dengan memompa air dari sungai-sungai atau sumber air sekitar. Karena itu, bantuan pengadaan pompa dari pemerintah dapat menjadi salah satu solusi dalam menghadapi kekurangan air. Masalahnya, bahan bakar yang bisa menghidupkan mesin ini harganya telah melangit. Ketujuh, mengintensipkan pembuatan kincir air.
            Pada beberapa tempat di Indonesi, pembuatan kincir air pada aliran sungai sudah dilakukan guna mengatasi kekurangan air bagi lahan pertanian. Pembuatan kincir ini hendaknya disosialisasikan oleh pemerintah kepada daerah lain yang memiliki aliran sungai, tapi belum membuatnya. Meski pengadaan bahan bakunya murah dan mudah didapat, pembuatan kincir ini sering mendapat kendala, yakni mengeringnya sungai. Karena itu, penghijauan di daerah hulu merupakan hal yang sangat penting dilakukan dalam mengatasi kekurangan air akibat kekeringan.
            D. Respon dan Mitigasi
            Tentu saja respon masyarakat sangat diperlukan dalam menanggapi masalah kekeringan. Kerena kekeringanlah sangat merugikan masyarakat serta makhluk hidup lainnya. Istilah mitigasi bencana yang merupakan upaya untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko-resiko dampak dari suatu bencana yang dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang. Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur dengan memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan penahan longsor, penahan dinding pantai, dan lain-lain. Selain itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan dalam bentuk non struktural, diantaranya seperti menghindari wilayah bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat diketahui melalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah.
            Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian bahaya, peringatan dan persiapan.
      1. Penilaian bahaya (hazard assestment); diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan         aset yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini memerlukan pengetahuan            tentang karakteristik sumber bencana, probabilitas kejadian bencana, serta data kejadian        bencana di masa lalu. Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi Bencana yang sangat            penting untuk merancang kedua unsur mitigasi lainnya;
      2. Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat tentang      bencana yang akan mengancam (seperti bahaya tsunami yang diakibatkan oleh gempa         bumi, aliran lahar akibat letusan gunung berapi, dsb). Sistem peringatan didasarkan pada data bencana yang terjadi sebagai peringatan dini serta menggunakan berbagai saluran     komunikasi untuk memberikan pesan kepada pihak yang berwenang maupun masyarakat.           Peringatan terhadap bencana yang akan mengancam harus dapat dilakukan secara cepat,       tepat dan dipercaya.
       3. Persiapan (preparedness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi                sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan pengetahuan tentang           daerah yang kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan tentang sistem peringatan             untuk mengetahui kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika             situasi telah aman. Tingkat kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah dan             pemahamannya sangat penting pada tahtahapan ini untuk dapat menentukan langkah-            langkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak akibat bencana. Selain itu jenis         persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang yang menempatkan lokasi fasilitas        umum dan fasilitas sosial di luar zona bahaya bencana (mitigasi non struktur), serta             usaha-usaha keteknikan untuk membangun struktur yang aman terhadap bencana dan             melindungi struktur akan bencana (mitigasi struktur).
Hal yang perlu dipersiapkan, diperhatikan dan dilakukan bersama-sama oleh pemerintahan, swasta maupun masyarakat dalam mitigasi bencana, antara lain:
1.      Kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan kebencanaan atau mendukung usaha preventif kebencanaan seperti kebijakan tataguna tanah agar tidak membangun di lokasi yang rawan bencana.
      2.   Kelembagaan pemerintah yang menangani kebencanaan, yang kegiatannya mulai dari        identifikasi daerah rawan bencana, penghitungan perkiraan dampak yang ditimbulkan        oleh bencana, perencanaan penanggulangan bencana, hingga penyelenggaraan kegiatan-      kegiatan yang sifatnya preventif kebencanaan;
      3.   Indentifikasi lembaga-lembaga yang muncul dari inisiatif masyarakat yang sifatnya            menangani kebencanaan, agar dapat terwujud koordinasi kerja yang baik;
      4. Pelaksanaan program atau tindakan ril dari pemerintah yang merupakan pelaksanaan dari     kebijakan yang ada, yang bersifat preventif kebencanaan;
      5. Meningkatkan pengetahuan pada masyarakat tentang ciri-ciri alam setempat yang    memberikan indikasi akan adanya ancaman bencana.













III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Letak geografis diantara dua benua, dan dua samudra serta terletak di sekitar garis khatulistiwa merupakan faktor klimatologis penyebab banjir dan kekeringan di Indonesia. Posisi geografis ini menyebabkan Indonesia berada pada belahan bumi dengan iklim monsoon tropis yang sangat sensitif terhadap anomali iklim El-Nino Southern Oscillation (ENSO). ENSO menyebabkan terjadinya kekeringan apabila kondisi suhu permukaan laut di Pasifik Equator bagian tengah hingga timur menghangat (El Nino). Berdasarkan analisis iklim 30 tahun terakhir menunjukkan bahwa, ada kecenderungan terbentuknya pola iklim baru yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Dampak terjadinya perubahan iklim terhadap sektor pertanian adalah bergesernya awal musim kemarau yang menyebabkan berubahnya pola tanam karena adanya kekeringan.
Indonesia merupakan negara beriklim tropika humida (humid tropic) yang pada musim hujan mempunyai curah hujan tinggi. Akibatnya di beberapa tempat terjadi banjir yang banyak menimbulkan kerugian baik nyawa maupun harta benda. Kerugian ini akan semakin besar kalau terjadi di kota-kota besar yang padat penduduknya. Untuk mengurangi kerugian tersebut telah banyak usaha penanggulangan banjir yang dilakukan seperti pembuatan tanggul banjir, tampungan banjir sementara, pompanisasai air banjir, sudetan sungai, dll.
            Usaha pengendalian banjir tersebut belum memberikan hasil yang memuaskan, karena  kejadian banjir terus meningkat dari waktu ke waktu.  Fenomena ini sudah kita sadari, karena proses kejadian banjir memang sangat komplek, baik itu proses di lahan maupun di jaringan sungainya.  Oleh karena itu penanggulangan banjir tidak dapat dilepaskan dari pengelolaan DAS,  dan sumberdaya air secara keseluruhan. Di sisi lain banjir merupakan salah satu sumberdaya alam yang cukup besar potensinya. Apabila air banjir pada musim hujan dapat ditampung dan disimpan, sehingga dapat menurunkan debit banjir, maka pada saat kekeringan dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup manusia dan keperluan lain seperti irigasi, pembangkit tenaga listrik, perikanan dan pariwisata. Dengan demikian, usaha pengendalian banjir yang dilakukan sekaligus dapat mengurangi kerugian akibat kekeringan.
Berikut adalah pola dalam pengendalian banjir antaranya adalah :
1.      Pengendalian banjir dilakukan dengan prinsip pengendalian secara terpadu.
2.      Pengendalian dimulai dari hulu dengan mengoperasikan waduk-waduk untuk pengendalian banjir. Waduk yang mempunyai kemampuan untuk menampung limpasan air (banjir) adalah waduk dengan pola operasi tahunan
3.      Pengaturan tinggi muka air dan debit yang mengalir di sungai akibat pembendungan dilakukan dengan mengatur operasi pintu air di bendungan atau bendungan yang secara berantai.    
            Kekeringan perlu dikelola dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: 1) terus meningkatnya luas sawah yang terkena kekeringan sehingga berdampak pada penurunan produksi sampai gagal panen; 2) terjadinya kekeringan pada tahun yang sama saat terjadi anomali iklim maupun kondisi iklim normal; 3) periode ulang anomali iklim cenderung acak sehingga sulit untuk dilakukan adaptasi; 4) kekeringan berulang pada tahun yang sama di lokasi yang sama; 5) dampak anomali iklim bervariasi antara wilayah; 6) kekeringan hanya dapat diturunkan besarannya dan tidak dapat dihilangkan. Dengan pertimbangan tersebut sehingga diperlukan pengelolaan terencana dengan semua pemangku kepentingan.





DAFTAR PUSTAKA

Syahriartato. 2009. “Penanganan Banjir dan Kekeringan”. Artikel Penangan Banjir dan                             Kekeringan , (Online),  (http://syahriartato.wordpress.com, diakses 09 Oktober 2014).
Petabencana. “Penyebab Kekeringan dan Upaya Penanggulangannya”. Potensi dan Analisa ,        (Online), (http://www.mdmc.or.id , diakses 09 Oktober 2014).
Wikipedia. “Kekeringan”. Kekeringan , (Online), (http://id.wikipedia.org , diakses 09 Oktober      2014).
Wahyu. 2013. “Penyebab Kekeringan Di Indonesia”. Ekosistem dan Ekologi , (Online),     (http://ekosistem-ekologi.blogspot.com , diakses 09 Oktober 2014).
Klimat, Ustad. 2009. “Pengertian Kekeringan”. Artikel Pengertian Kekeringan dan Langkah-        langkah dalam Mengatasinya , (Online), (http://ustadzklimat.blogspot.com , diakses 09      Oktober 2014).
Skretariat TKPSDA. 2003. “Pedoman Teknis Kekeringan”. Artikel Pedoman Teknis Keringan      Buku Export Hal 131 , (Online), (http://piba.tdmrc.org , diakses 09 Oktober 2014).
Putra. 2008. “Kekeringan dan Cara Mengatasinya”.  Artikel Kekeringan dan Cara Mengatasinya,             (Online), (http://katabermakna.blogspot.com , diakses 09 Oktober 2014).
Novi, Rizky. 2013. “Pengertian, Penyebab, Dampak dan Cara”.  Artikel Pengertian, Penyebab,     Dampak dan Cara Mengatasi Banjir  ,  (Online), (http://rizkynovi99.blogspot.com , Geografi, Kelompok. 2013. “Cara Mencegah Banjir”.  Artikel Cara Mencegah Banjir , (Online),             (http://kelompokgeografi12.blogspot.com , diakses 16 Oktober 2014).
Aziz, Kamilia. S. 2011. “Pola Pengendalian Banjir pada Bagian Hilir Saluran Primer Wonorejo     Surabaya”.  Jurnal Pola Pengendalian Banjir Vol. 9 No. 2  , (Online),   (http://kamilia.aziz.go.id , diakses 09 Oktober 2014).
Nelsy Mariza Syahyuda di 19.18

Konservasi Daerah Aliran Sungai ( DAS )

I. Masalah DAS
Kerusakan kondisi hidrologis DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya dan pemukiman yang tidak terkendali, tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali menjadi penyebab peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan produktivitas lahan, percepatan degradasi lahan, dan banjir. Selain itu, terjadi penurunan jumlah curah hujan secara luas di Jawa dan beberapa wilayah lain di Indonesia pada waktu setengah abad sebelumnya yang berbanding lurus dengan penurunan luas hutan.
Beberapa masalah DAS yang tercatat antara lain:
1) Degradasi hutan akibat illegal logging dan perambahan hutan tidak terkendali untuk permukiman, pertanian, industry, dan sebagainya.
2) Luasnya lahan kritis akibat intensitas penggunaan tanpa memperhatikan prinsip-prinsip konservasi tanah dan air
3) Erosi, longsor dan sedimentasi yang mengancam pendangkalan sungai, situ dan waduk
4) Pencemaran air akibat limbah industry dan domestic
5) Pendidikan dan kesejahteraan masyarakat sekitar hulu DAS dan sekitar bantaran sungai pada umumnya masih rendah
6) Masih tumpang tindihnya peraturan perundangan antar sector
7) Koordinasi dan sinergitas kebijakan, program dan kegiatan antar lembaga yang belum berjalan baik
8) Belum adanya master plan pengelolaan DAS sebagai pedoman
9) Belum adanya system informasi terpadu dalam pengelolaan DAS
10) Kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan DAS
11) Keterbatasan anggaran dalam pelaksanaan konservasi, rehabilitasi lahan, pemeliharaan sarana dan prasarana pengairan
Pertambahan penduduk mengakibatkan peningkatan penyediaan kebutuhan sandang, papan dan pangan, termasuk air. Jumlah masyarakat petani semakin bertambah, di sisi lain lapangan kerja terbatas, sehingga pemilikan dan luas lahan garapan semakin sempit, sehingga tekanan penduduk terhadap lahan untuk pertanian semakin berat. Tekanan berat tercermin dari pemanfaatan lahan yang melampaui batas kemampuannya. Akibat lebih lanjut adalah keseimbangan alam juga terganggu.



A. Masalah Pengelolaan DAS di Indonesia
1. Berorientasi Pada Fisik
Beberapa masalah DAS telah coba diantisipasi pemerintah. Namun solusi untuk pengelolaan DAS yang dilakukan pemerintah cenderung pada infrastruktur fisik. Pernyataan tersebut bisa dilihat dari bagaimana cara pemerintah sekarang mengelola Ciliwung. Menurut penjelasan Pitoyo Subandrio, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane Departemen Pekerjaan Umum, langkah-langkah pemerintah terhadap Sungai Ciliwung terangkum dalam program Total Solution for Ciliwung. Langkah-langkah tersebut meliputi
1) membuat sudetan di Kebun Baru dan di Kalibata yang akan dilakukan bersama antara Departemen Pekerjaan Umum (DPU) dengan Pemprov DKI Jakarta,
2) membangun rusunawa ditujukan khususnya bagi masyarakat yang selama ini tinggal di bantaran sungai,
3) mengadakan pemindahan paksa warga yang ada di bantaran sungai kerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta dan Departemen Sosial. Pemindahan ini diutamakan bagi warga yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), sementara yang tidak akan dipulangkan ke daerahnya dengan didampingi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM),
4) melakukan normalisasi Sungai Ciliwung yang salah satunya dengan melakukan pengerukan,
5) penambahan daun pintu air di pintu air Manggarai dan pintu air Karet,
6) menaikkan jembatan Banjir Kanal Barat (BKB) bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta,
7) revitalisasi Ciliwung lama terutama yang berada setelah pintu air Manggarai,
8) konservasi atau revitalisasi situ-situ, gerakan pembangunan sumur dan penghijauan,
9) membangun terowongan dari Ciliwung ke Banjir Kanal Timur melewati Cipinang..
Langkah-langkah yang lebih beroreintasi fisik ini ditargetkan akan selesai tahun 2014. Program pemerintah provinsi DKI Jakarta lebih berorientasi fisik misalnya pembangunan GSW (Giant Sea Wall) yang akan dibangun sepanjang 32 km dan akan menelan biaya sekitar Rp 100 Triliun dengan memakan waktu 10 tahun. Atau pembangunan TM (terowongan multifungsi) sepanjang 19 kilometer dan berdiameter 18 meter. Perkiraan biaya pembangunan TM berkisar Rp 16 triliun. Penyelesaian megaproyek tersebut dijadwalkan sekitar empat tahun.
Ada lagi permasalahan, rencana pengelolaan sungai yang berorientasi pada pembangunan fisik yang dilakukan pemerintah ternyata tidak diimbangi dengan revitalisasi teknologi. Sebagian besar tekhnologi pengerukan sungai yang digunakan pemerintah Indonesia berasal dari luar negeri. Sejak tahun 1950-an, Indonesia mengadopsi teknologi dari Belanda untuk mengeruk beberapa sungai di Indonesia. Tapi sampai tahun 2012 pun, pemerintah masih mengandalkan teknologi yang tidk jauh berbeda dari Belanda. Hal ini bisa dilihat dari teknologi untuk proyek JEDI (bantuan pemerintah Belanda), di mana mesin pengeruk yang dipakai berasal dari Belanda seperti small floating bulldozer, hydraulic graf dan rotating drum separator.

2. Monopoli Pengelolaan Sumber Daya Air
Permasalaan lain DAS adalah adanya monopoli pengelolaan sumber daya air. Menurut Marwan Batubara (2010), intervensi Bank Dunia dalam pengelolaan sungai mengarah pada dua hal, yaitu mendorong ketergantungan Indonesia akan sumber pendanaan dari lembaga keuangan internasional khususnya Bank Dunia baik dalam bentuk utang dan hibah, serta memuluskan program privatisasi. Ketergantungan pendanaan bisa dilihat dari berbagai rekomendasi yang diberikan Bank Dunia dari setiap proyek yang dijalankan. Alasan utama Bank Dunia mendorong privatisasi adalah memberikan peran yang lebih besar bagi swasta dengan mengurangi monopoli Negara khususnya pemerintah dalam pengelolaan sungai. Asumsi Bank Dunia dengan masuknya swasta, maka pengelolaan air dan sungai menjadi lebih efisien dan pengelolaan yang lebih baik. Kenyataannya, privatisasi menimbulkan monopoli dalam bentuk lain. Jika sebelumnya monopoli dilakukan Negara melalui kekuasaan pemerintah, sekarang monopoli dilakukan swasta. Seperti kasus reklamasi pantai utara Jakarta, bukan lagi Negara khususnya masyarakat yang diuntungkan tetapi korporasi lewat monopoli pembangunan proyek-proyek besar seperti pemukiman mewah dan pengembangan kawasan wisata yang mendapat untung. Pada lahan reklamasi di kawasan Ancol, muncul hunian mewah seperti Bukit Golf Mediterania milik Agung Podomoro Group yang berada di Pantai Indah Kapuk dan Mediterania Marina Residence. Hunian-hunian mewah dan pengembangan kawasan wisata tadi ditujukan bagi masyarakat menengah ke atas, bukan untuk orang miskin yang kesulitan mendapatkan tempat tinggal. Akibat sosialnya, selain masyarakat miskin tidak mendapatkan akses perumahan yang memadai, juga reklamasi telah menggusur nelayan dari pantai Utara Jakarta, dan masyarakat Jakarta pun tidak bisa bebas menikmati Pantai Utara Jakarta karena harus bayar. Sedangkan dampak lingkungannya adalah permukiman mewah tersebut menghalangi aliran air hujan ke laut. Sehingga ketika musim hujan, ancaman banjir tidak terelakkan dan Jakarta dapat menjadi kolam besar.
 Kasus yang sama juga terjadi dalam pengelolaan air bersih terutama di Jakarta. Privatisasi PDAM Jaya di tahun 1998 mendorong monopoli pengelolaan air hanya pada dua perusahaan besar yaitu PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dari Inggris dan Thames PAM Jaya (sekarang Aetra) dari Perancis.
Setelah lebih dari 13 tahun layanan air bersih di Jakarta diprivatisasi, akses masyarakat terhadap air bersih tidak membaik. Kedua operator tersebut saat ini hanya mampu memenuhi sekitar 54 persen kebutuhan air bersih untuk warga DKI Jakarta, sedangkan selebihnya 46 persen kebutuhan air bagi warga diperoleh dari sumber air tanah. Kedua operator swasta gagal memenuhi harapan, untuk memberikan perbaikan layanan kepada masyarakat. Target-target teknis yang telah disepakati gagal dipenuhi oleh dua operator swasta. layanan yang tertuang di kontrak kerjasama tidak berhasil dipenuhi, antara lain volume air yang terjual, kebocoran air dan cakupan layanan. Tingkat kebocoran air mencapai 46% atau kurang lebih senilai Rp 1.764 miliar. Cakupan layanan hanya 63% pada akhir tahun 2008 , hal ini berarti ada 37% kelompok masyarakat Jakarta belum mendapatkan fasilitas air bersih.
PAM Jaya sendiri melalui Direkturnya menyatakan bahwa sejak diprivatisasi, PAM Jaya mengalami kerugian hingga Rp. 583,67 milyar. Kerugian ini muncul akibat hutang shortfall, yaitu hutang yang muncul akibat adanya selisih antara imbalan yang diberikan kepada dua operator swasta dengan tarif . Apabila privatisasi air Jakarta tetap dilanjutkan sampai kontrak konsesi berakhir maka kerugian PAM Jaya diperkirakan sebesar Rp. 18 triliun pada tahun 2022.

3. Tekanan Pencemaran
Dalam peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, pasal 1 pencemaran air adalah: “masuknya atau dimasukkan makhluk hidup, zat energy dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya.”

Beban pencemar (polutan) adalah bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga menggangu peruntukan ekosistem tersebut (Effendi,2003). Sumber pencemaran yang masuk ke badan perairan dibedakan atas pencemaran yang disebabkan oleh alam polutan alamiah) dan pecemaran yang disebabkan oleh alam dan pencemaran kegiatan mansia. Menurut sugiharto (1989) air limbah didefinisikan sebagai kotoran dari masyarakat dan rumah tangga dan juga yang berasal dari industry, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya.
Lingkungan perairan dapat merespon masuknya bahan pencemar sebagai bagian dari proses alami untuk kembali pada kualitas air semula. Proses ini disebut self purification. Definisi dari self purification adalah pemulihan oleh proses alami baik secara total ataupun sebagian kembali ke kondisi awal sungai dari bahan asing yang secara kualitas maupun kuantitas menyebabkan perubahan karakteristik fisik, kimia dan atau biologi yang terukur dari sungai (Benoit, 1971). Proses pemulihan secara alami berlangsung secara fisik, kimiawi dan biologi. Sungai yang alami dapat mendukung alami proses pemurnian diri dan menyebabkan kualitas air yang lebih baik dari kondisi air semula. Proses tersebut disebut homeostatis.

Menurut Davis dan Cornwell (1991), sumber bahan pencemar yang masuk ke perairan dapat berasal dari buangan yang diklasifikasikan:
1. Point source discharges (sumber titik), yaitu sumber titik atau sumber pencemar yang dapat diketahui secara akurat, dapat berupa suatu lokasi seperti air limbah industry maupun domestic serta saluran lokasi seperti air limbah maupun domestic serta saluran drainase.
2. Non point source (sebaran menyebar), berasal dari sumber yang tidak diketahui secara pasti. Pencemar masuk ke perairan melalui run off (limpasan) dari wilayah pertanian, pemukiman dan perkotaan.

Danpak negative dari air limbah, antara lain:
1. Gangguan terhadap kesehatan
2. Gangguan terhadap Kehidupan Biotik
3. Gangguan terhadap Keindahan
4. Gangguan terhadap Kerusakan Benda

4. Kurang Terpadu Dalam Pengelolaan DAS
Faktor lain yang merupakan kendala dalam pengelolaan DAS adalah kurangnya keterpaduan dan koordinasi dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan pengelolaan DAS termasuk dalam hal pembiayaannya. Kondisi ini terjadi karena banyaknya instansi yang terlibat dalam pengelolaan DAS seperti Departemen Kehutanan, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Pertanian, Departemen Dalam Negeri, Bakosurtanal dan Kementerian Lingkungan Hidup, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, perusahaan swasta, LSM dan masyarakat. Dengan banyaknya pihak yang terlibat dan panjangnya birokrasi yang perlu ditempuh, baik secara administrasi, perencanaan dan teknis dilapangan, maka diperlukan adanya koordinasi intensif berbagai pihak terkait baik lintas sektoral maupun lintas daerah.

Keterpaduan mengandung pengertian terbinanya keserasian, keselarasan, keseimbangan dan koordinasi yang berdaya guna dan berhasil guna. Keterpaduan pengelolaan DAS memerlukan partisipasi yang setara dan kesepakatan para pihak dalam segala hal mulai dari penyusunan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian hasil-hasilnya.
Contoh tidak terpadunya pengelolaan DAS adalah banjir di Jakarta. Banjir di Jakarta merupakan salah satu indikator kegagalan pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya dalam mengelola sumber daya alam yang memiliki manfaat publik. DAS yang melintasi daerah Jakarta bermuara di provinsi Banten dan Jawa Barat, juga melibatkan pemerintah Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Bekasi dan Tangerang. Tidak hanya itu, pengelolaan DAS juga melibatkan berbagai kementerian seperti PU, Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan Bappenas.

Lemahnya koordinasi antar berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) dalam menjalankan program-program pengelolaan DAS terpadu merupakan focus masalah yang harus dipecahkan bersama. Dalam hubungannya dengan otonomi daerah, penguatan kapasitas dari para pemangku kepentingan untuk memecahkan masalah riil mengurangi resiko banjir, merupakan agenda bersama para pemangku kepentingan yang tidak bisa ditunda.