ETIKA DALAM DUNIA SIPIL
Nama : Try Fandy
Npm : 16 630 076
Tugas 2
1. ETIKA DAN MORALITAS
Etika tidak terlepas dari pilihan dan isu-isu moral yang berkaitan dengan kaidah benar versus salah, baik versus buruk. Implikasi etika dan moral banyak muncul disetiap kondisi baik masyarakat dan dunia pekerjaan. Jadi etika merupakan standar moral perilaku benar dan salah. Etika seseorang tercermin dalam perilaku menyikapi lingkungan sesuai dengan norma masyarakat yang berlaku.
Etika dapat dipertimbangkan sebagai suatu batasan yang diterima terhadap suatu nilai moral dan dilandasi dengan kepercayaan, tanggung jawab dan integritas yang menjadi bagian dari sistem nilai sosial masyarakat.
Dalam dunia kerja, standar etika berbeda dari nilai dasar dari satu organisasi dengan organisasi lain. Standar etika dapat menjadi acuan yang benar bagi organisasi yang serius ingin membangun. Standar etika dapat menjadi nilai dan kepercayaan bagi organisasi lain serta sebagai pedoman bagi perilaku anggota organisasi. Standar etika merupakan tanggung jawab dari pimpinan manajemen untuk melihat bahwa standar ini akan menentukan nilai benar atau nilai salah. Nilai etika ditentukan melakukan sesuatu yang benar. Dalam suatu organisasi perusahaan, maka perilaku karyawan, pelanggan serta pimpinan akan ditentukan oleh nilai etika sebagai suatu integritas. Hasil survei menunjukkan bahwa integritas sama pentingnya dengan kentungan perusahaan.
Berkaitan dengan etika dan moral dalam bekerja, beberapa pakar berpendapat bahwa etika dalam bekerja merupakan sikap yang diambil berdasarkan tanggung jawab moralnya yaitu: (1) kerja keras, (2) efisiensi, (3) kerajinan, (4) tepat waktu, (5) prestasi, (6) energetik, (7) kerja sama, (8) jujur, (9) loyal. Etika moral seseorang yang jelas menggambarkan hal-hal yang bersifat normatif sebagai sikap kehendak yang dituntut agar dikembangkan.
Dalam hal ini, tanggungjawab merupakan salah satu komponen dalam etika kerja seseorang dalam melakukan pekerjaan. Melalui tanggungjawab, seseorang memiliki kesadaran moral untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik dan benar. Salah satu bentuk tanggungjawab seseorang dalam pelaksanaan etika kerja, selain pada diri sendiri juga pada kelompok atau organisasi dimana dia bekerja
Etika dan moral sebuah istilah umum yang seringkali didengar. Banyak yang beranggapan bahwa etika dan moral merupakan kata yang memiliki makna serupa. Meskipun maksud dari kedua kata tersebut mengerucut pada arah yang sama, namun pada esensinya kedua kata ini memiliki perbedaan yang cukup mendasar.
1.1 Perbedaan Etika Dan Moralitas
Etika dan moral merupakan istilah yang sering ditujukan untuk aktifitas atau sikap yang berkaitan dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Etika dan moral ini bahkan menjadi landasan hukum bagi sikap dalam masyarakat tersebut. Lalu, apa yang membedakan kedua kata tersebut ? Berikut adalah beberapa penjelasan mengenai perbedaan moral dan etika.
a) Dari Segi Pengertian
Etika berasal dari bahasa Yunani, ethikos, yang berarti kebiasaan, adat atau watak. Secara umum etika berarti aturan atau prinsip atau cara berpikir pada sebuah kelompok tertentu yang menuntun tindakan kelompok tersebut. Etika juga dikaitkan pada perilaku sebuah golongan atau kelas tertentu yang menganut budaya tertentu pula. Bisa dibilang cakupan etika ini hanya menjangkau pada sebuah kelompok tertentu. Seperti misalnya etika yang dianut para profesional seperti dokter dan pengacara.
Sedangkan moral berasal dari bahasa latin yaitu moralis. Arti istilah ini adalah karakter, tata cara atau perilaku yang tepat. Bisa disimpulkan jika moral ini merupakan penilaian terhadap suatu hal yang baik dan buruk. Keputusan baik dan buruknya suatu hal ini merupakan kesepakatan bersama dalam sebuah masyarakat atau kelompok tertentu. Dan landasan dalam penilaian tersebuta biasanya adalah agama dan budaya yang dianut. Singkatnya, moral merupakan aturan untuk menjalani kehidupan yang baik.
b) Dari Segi Konsep Nilai
Etika merupakan serangkaian peraturan yang dibuat atas dasar pemikiran dan penilaian dari pemikiran pribadi tentang suatu hal yang baik dan benar. Aturan tersebut kemudian diterima oleh masyarakat dan diikuti berdasarkan situasi dan waktu tertentu. Bahkan terkadang ada etika yang tidak wajib diikuti oleh masyarakat. Contoh kecilnya seperti table manner yang merupakan etika bagi sebagian masyarakat sosial kelas atas, yang cenderung diabaikan oleh masyarakat menengah ke bawah.
Sedangakan moral merupakan nilai yang dianut dari norma masyarakat yang ada. Moral akan menunjukkan hal yang benar dan salah secara umum. Seperti contohnya tentang berbohong. Norma dalam masyarakat adalah tidak boleh berbohong, sehingga jika individu atau kelompok melakukan kebohongan, maka nilai moralnya dipertanyakan dan dianggap melakukan pelanggaran terhadap agama dan budaya.
c) Dari segi Sumber Hukum
Dalam etika, sumber yang menjadi rujukan adalah akal pikiran pribadi atau aturan dari sebuah kelompok. Etika ini bisa menjadi sistem sosial dalam melakukan kegiatan yang dapat diterima oleh masyarakat umum. Contohnya seperti kode etik yang dianut oleh para dokter. Etika tersebut hanya berlaku di kalangan profesi dokter dan tidak berpengaruh pada masyarakat luar. Karena itu terkadang ada beberapa kode etik yang mungkin tidak sesuai dengan etika masyarakat umumnya, namun merupakan kewajiban bagi dokter untuk mematuhinya.
Sedangkan moral bersumber dari budaya dan agama yang dianut. Aturan dari budaya dan agama itulah yang kemudian menjadi landasan dalam memilah perbuatan yang baik dan buruk. Sama halnya dengan norma masyarakat yang ikut menentukan pula nilai-nilai moral tersebut.
d) Dari Segi Pengaplikasian Dalam Masyarakat
Etika sendiri termasuk dalam ilmu filsafat untuk mempelajari hal-hal yang baik dan buruk berdasarkan akal pikiran manusia. Karena itu etika yang berlaku dalam masyarakat lebih bersifat filosofi berdasarkan pemahaman pribadi. Begitu pula pada sebuah lembaga atau golongan profesional yang memiliki etika dari buah pemikiran pribadi berdasarkan pemahaman yang dianutnya.
Dan untuk pengaplikasian moral sendiri merupakan suatu bentuk kebiasaan yang memang sudah sewajarnya ada. Masyarakat menerapkan moral dari budaya dan ajaran agama yang mereka anut, sehingga menjadi suatu hal yang mereka terima dan mereka patuhi hukum-hukumnya . Dengan begitu secara otomatis mereka pun sudah memahami mana yang benar dan mana yang salah.
e) Dari Segi Fleksibilitas Hukum
Hukum-hukum pada etika biasanya bersifat konsisten dan terus menerus pada suatu golongan kelompok atau kelas. Namun konsistensi hukum ini juga bisa bervariasi dengan adanya perubahan masa atau pemikiran. Contohnya kode etik kedokteran yang konsisten sama untuk semua dokter dan rumah sakit manapun.
Namun konsistensi hukum ini bisa saja berubah dengan adanya perubahan zaman yang diikuti pula dengan perubahan cara berpikir. Sehingga mungkin saja hukum etika dokter yang lalu dirasa tidak sesuai lagi dengan konteks perubahan zaman dan bisa diganti.
Berbeda dengan moral yang cenderung lebih konsisten keberadaannya dalam masyarakat tertentu. Namun bisa jadi hukum moral tersebut akan berbeda jika individu atau masyarakatnya menganut budaya atau agama yang lain. Maka moral yang diyakini pun mengikuti aturan budaya dan agama tersebut.
f) Dari Segi Kecenderungan Konflik
Salah satu hal yang cukup mencolok sebagai perbedaan moral dan etika adalah kecenderungan konflik yang bisa dimunculkan oleh 2 hukum ini. Moral merupakan nilai dalam masyarakat yang secara otomatis akan diikuti oleh beberapa etika dalam proses pengaplikasiannya. Adanya moral maka otomatis ada etika pula. Seperti moral menghormati orang yang lebih tua, dengan etikanya yaitu berkata lemah lembut, tidak membantah dan penuh sikap hormat.
Namun hal tersebut tidak berlaku pada etika. Ada kalanya etika malah bertentangan dengan nilai moral. Sebagai contohnya pada profesi pengacara. Jika dilihat dari sisi moral, maka penjahat harus dihukum atas segala perbuatan yang dilakukannya. Namun etika pengacara mengharuskan untuk memberikan pembelaan kepada siapapun yang meminta atau membutuhkannya.
Karena itu, dalam hal ini individu/kelompok bisa saja memiliki etika namun mungkin tidak mempunyai moral sama sekali. Tapi bisa juga melanggar etika untuk menegakkan nilai moral yang diyakini. Sedangkan individu yang memiliki moral bisa saja mengikuti etika jika sesuai dengan kondisi dan sejalan dengan nilai moral yang dianutnya.
1.2 Etika Dan Moral Dalam Pembelajaran
Berbicara tentang etika dan moral dalam pembelajaran adalah berbicara tentang proses pembelajaran yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral. Ada kalanya etika dan moral ini terkait dengan sikap dan perilaku guru atau dosen (pendidik) dan ada kalanya terkait dengan sikap dan perilaku siswa atau mahasiswa (peserta didik). Karena itu dalam tulisan ini akan diuraikan bagaimana etika dan moral yang harus dimiliki oleh peserta didik dan juga etika dan moral yang harus dimiliki oleh pendidik dalam proses pembelajaran baik di sekolah (kampus) maupun di luar sekolah (kampus).
1) Etika Dan Moral Peserta Didik
Ada beberapa alasan mengapa peserta didik harus menjunjung tinggi nilai-nilai etika (karakter) ketika berinteraksi dengan dosennya. Dosen memiliki kedudukan yang istimewa bagi semua orang yang berada dalam proses pendidikan, di antaranya adalah:
a) Dosen adalah orang yang mulia, karena dia memiliki kepandaian (ilmu) dan mengajarkan serta mendidik manusia dengan kepandaiannya itu.
b) Dosen sangat besar jasanya kepada manusia, karena dialah yang memberikan ilmu. Dengan ilmu ini manusia menjadi terhormat dan beradab. Dengan ilmu juga manusia dapat menguasai alam semesta ini. Ilmulah yang dapat mengantarkan manusia menjadi makhluk yang paling berharga di dunia ini.
c) Dosen biasanya lebih tua usianya dari siswanya, sehingga sudah sepatutnya siswa yang muda usianya menghormati Dosennya. Seandainya usia dosen lebih muda dari mahasiswanya, maka tetap saja bagi mahasiswa untuk menghormati Dosennya, bukan karena usianya, tetapi karena ilmunya.
Karena begitu besarnya jasa dosen kepada manusia, maka sudah seharusnya manusia berbuat baik kepada dosennya dengan cara seperti berikut:
A. Berperilaku sopan terhadap dosen baik dalam bentuk ucapan maupun tingkah laku.
B. Memperhatikan pelajaran dan pendidikan yang diberikan dosen baik di kelas maupun di luar kelas serta berusaha untuk menguasainya.
C. Menaati dan melaksanakan semua yang diperintahkan oleh dosen.
D. Mengamalkan ilmu yang diajarkan dosen.
E. Jangan berperilaku tidak sopan kepada dosen, apalagi berbuat kasar kepadanya.
F. Jangan mempersulit dosen dengan berbagai pertanyaan yang memang bukan bidangnya, apalagi dengan sengaja meremehkan dan merendahkan dosen di hadapan orang lain.
G. Jangan membicarakan kekurangan dosen di hadapan orang lain.
2) Etika Dan Moral Pendidik
Dosen (pendidik) merupakan salah satu komponen penting dalam proses pembelajaran, karena dosen merupakan ujung tombak yang berhubungan langsung dengan mahasiswa sebagai subjek dan objek belajar. Sebaik apa pun kurikulum yang digunakan dan ditunjang oleh sarana dan prasarana yang lengkap, tanpa diimbangi dengan kemampuan dosen dalam mengimplementasikannya, maka semuanya akan kurang bermakna. Di sinilah dosen memiliki peran sentral dalam keberhasilan proses pembelajaran.
Di samping peran di atas, masih banyak peran dosen yang lain dan juga berpengaruh dalam suksesnya proses pembelajaran yang dilakukan, yaitu:
a. Sebagai sumber belajar.
Dalam hal ini dosen harus memiliki penguasaan yang baik dan mendalam terhadap materi pembelajaran.
b. Sebagai fasilitator.
Melalui peran ini dosen harus memberikan pelayanan yang memudahkan mahasiswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
c. Sebagai pengelola.
Dengan peran ini dosen harus mampu menciptakan iklim belajar yang memungkinkan mahasiswa dapat mengikuti proses pembelajaran secara nyaman. sebagai pengelola (manajer) dosen harus memiliki kemampuan yang baik untuk merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan mengawasi proses pembelajaran.
d. Sebagai demonstrator.
Yang dimaksud dengan peran demonstrator di sini adalah peran dosen untuk mempertunjukkan kepada mahasiswa segala sesuatu dapat membuat mahasiswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan sekaligus menunjukkan sikap dan perilaku terpuji di hadapan mahasiswa.
e. Sebagai pembimbing.
Dosen, dengan peran ini, harus membimbing mahasiswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang dimilikinya sebagai bekal hidupnya, membimbing agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas-tugas perkembangannya sehingga ia dapat tumbuh dan berkembang sebagai manusia ideal.
f. Sebagai motivator.
Dengan peran ini dosen dituntut agar dapat menumbuhkan dan meningkatkan motivasi mahasiswa agar belajar dan mengikuti proses pembelajaran dengan baik.
g. Sebagai evaluator.
Dosen, di sini, berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan.
2. AGAMA DAN MORALITAS
Agama dan moralitas merupakan dua kata yang tidak asing di telinga kita. Dalam pemikiran populer agama dan moralitas tidak terpisahkan, namun apa korelasi dari kedua hal tersebut? Bagaimana kedua hal tersebut berpengaruh dalam kehidupan kita? Mari kita coba membahas kedua hal tersebut secara lebih mendalam.
Dalam agama terdapat aturan-aturan tentang bagaimana menjalani hidup di dunia ini baik hubungannya dengan sesama manusia, manusia dan lingkungannya dan manusia dengan Tuhannya. Namun, pada era sekarang ini banyak orang yang belum mengetahui bagaimana pengertian agama yang sebenarnya.
2.1 Pengertian Agama Dan Moralitas
Secara etimologis, dalam bahasa sansekerta, kata agama berasal dari kata gam yang berarti pergi. Kemudian, dalam bahasa Indonesia diberi awalan dan akhiran “a” sehingga menjadi kata agama yang berarti jalan. Denman demikian, kata agama berarti sebuah jalan untuk mencapai kebahagiaan.
Istilah lain tentang agama adalah religi atau religion atau religio. Kata religi berasal dari bahasa latinya itu religare atau religere yang mempunyai arti terikat dan hati-hati. Terikat disini maksudnya bahwa orang yang ber-religi atau ber-religare adalah orang yang selalu merasa dirinya terikat dengan sesuatu yang dianggap suci. Sedangkan hati-hati mempunyai maksud bahwa orang yang ber-religere adalah orang yang selalu berhati-hati terhadap sesuatu hal yang dianggap suci, contoh : masjid adalah tempat suci umat Islam.
Sementara itu moral merujuk kepada nilai-nilai kemanusiaan. Moral berasal dari kata Mores yang artinya adat atau cara hidup. Secara umum, moralitas merupakan sifat moral dari suatu perbuatan, atau pandangan baik buruk nya kita tentang suatu perbuatan.
2.2 Hubungan Agama Dan Moralitas
Agama dan moralitas itu tidak sama. Namun, nilai-nilai agama dan nilai-nilai kemanusiaan itu sebetulnya tetap saling mengandaikan, saling memperkuat, dan mengembangkan satu sama lain. Antara moralitas dan agama itu sama sekali tidak saling menafikan dan meniadakan satu sama lain.
Ketika berbicara tentang moral maka tidak akan bisa lepas dari agama, karena di dalam agama terkandung nilai-nilai moral. Keith A. Robert mengatakan bahwa pada umumnya individu penganut agama memandang agama sangat erat hubungannya dengan ajaran moralitas sehari-hari. Moralitas dalam agama juga dipandang sebagai sesuatu yang luhur, tatanan dalam kehidupan sosial yang dijadikan pedoman. Bisa dibilang, agama melahirkan moral. Sehingga seseorang yang beragama dan menjalankan ajaran agamanya dengan baik semestinya juga memiliki moral yang baik. Berikut ini adalah salah satu contoh kasus agama dan moralitas yang ada di masyasarakat.
“ Beberapa bulan yang lalu, dunia berita nasional dihebohkan dengan kasus pembunuhan yang tak biasa, karena kasus ini dilakukan oleh warga kepada salah seorang tukang servis alat-alat elektronik yang dituduh mencuri sebuah amplifier yang ada di dalam masjid di daerah bekasi dengan cara dianiaya kemudian di bakar hidup — hidup.”
Kasus ini mengajarkan pada kita bahwa moral masyarakat di sekitar kita yang masih tergolong buruk, karena bukannya menyerahkan kepada pihak yang berwajib justru menghakimi korban yang notabenenya belum pasti mencuri secara sepihak dan dengan tindakan yang brutal.
Lantas apakah yang mendasari masyarakat tersebut tega membakar hidup-hidup korban yang sama sama manusia dan belum tentu bersalah? Ya , kembali ke permasalahan yang mendasar yakni keyakinan dalam beragama pada masing-masing pelaku penyiksaan tersebut, dari tindakan yang dilakukan oleh mereka dapat diketahui bahwa tidak adanya keimanan di dalam hati mereka sehingga mereka (pelaku) merasa paling benar dan seolah menjadi pahlawan kesiangan yang menghakimi secara semena- mena padahal Tuhan mengajarkan setiap manusia supaya berlaku baik antar sesama manusia, tidak menuduh satu sama lain, dan tidak menyiksa sesama manusia hingga menghilangkan nyawa.
Salah satu fungsi dari agama adalah penanaman nilai moral dan memperkuat ketaatan terhadap nilai moral yang ada. Oleh karena itu marilah kita berlomba-lomba dalam meningkatkan keimanan kita kepada Tuhan yang Maha Esa karena hal itu adalah dasar dari segala tindakan dan hanya dengan keimananlah seseorang bisa memiliki moral dan perilaku yang baik.
3. HUKUM DAN MORALITAS
Hukum dan Moralitas itu berbeda. Norma-norma moral berakar dalam batin manusia, sedangkan peraturan hukum menyangkut paksaan yang diatur dalam negara harus dilaksanakan. Hukum mengarahkan kehidupan bersama untuk mencapai kesejahteraan umum. Pemerintah bertindak sebagai pengawas pelaksanaan hukum. Pancasila sebagai Dasar Negara dan UUD 1945 sebagai konstitusi negara.
3.1 Perbedaan Hukum Dan Moralitas
Menurut K.Bartens perbedaan hukum dan moralitas adalah sebagai berikut:
1. Hukum lebih dikodifikasikan (dibukukan dalam lembaran negara dan diundangkan atau diumumkan) daripada moralitas.
2. Hukum membatasi diri pada tingkah laku lahiriah, moral menyangkut sikap batin seseorang
3. Sangsi hukum (dari luar & dipaksakan) dan moral (dari dalam=hati nurani) berbeda.
4. Hukum didasarkan kehendak masyarakat yg akhirnya jadi kehendak negara, moral didasarkan norma-norma .
Sedangkan menurut Gunawan Setiardja, perbedaan hukum dan moralitas, yaitu:
1. Hukum memiliki dasar yuridis, moral dasarnya hukum alam.
2. Hukum bersifat heteronom (dari luar diri manusia), moral bersifat otonom (dari diri sendiri).
3. Hukum secara lahiriah dapat dipaksakan, moral secara lahiriah terutama batiniah tidak dapat dipaksakan.
4. Sangsi hukum bersifat yuridis (lahiriah), moral berbentuk sangsi kodrati (batiniah) = menyesal, malu dsb.
5. Hukum mengatur kehidupan manusia dalam negara, moral mengatur kehidupan manusia sebagai manusia.
6. Hukum tergantung waktu dan tempat, moral secara objektif tidak tergantung waktu dan tempat.
3.2 Hubungan Antara Hukum Dan Moralitas
Dalam konteks pengambilan keputusan hukum membuutuhkan moral, sebagaimana moral membutuhkan hukum. Hukum dapat memilikikekuatan jika dijiwai oeleh moralitas. Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya.Tanpa moralitas, hukum tampak kosong dan hampa. Oleh karena itu setiap upaya penegakan hukum di Negara Indonesia yang memiliki dasar negara Pancasila harus benar-benar dipertimbangkan dari sudut moralnya, dalam hal rasa keadilan masyarakat. Sebab sesuatu yang menyangkut hukum dan keadilan memiliki dampak moralitas yang sangat luas bagi masyarakat.
Dalam kehidupan bermasyarakat tidak akan terlepas dari ikatan nilai-nilai, baik nilai-nilai agama, moral, hukum, keindahan, dan sebagainya. Hubungan antara hukum dan moralitas sangat erat sekali. Tujuan hukum ialah mengatur tata tertib hidup bermasyarakat sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Sedangkan moral bertujuan mengatur tingkah laku manusia sesuai dengan tuntutan nilai-nilai moral yang berlaku di masyarakat.
Hukum berisikan perintah dan larangan agar manusia tidak melanggar aturan-aturan hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Moral menuntut manusia untuk bertingkah laku baik dan tidak melanggar nilai-nilai etika atau moral. Berbeda dengan hukum, maka hakikat moralitas pertama-tama terletak dalam kegiatan batin manusia. Moral berkaitan dengan masalah perbuatan manusia, pikiran serta pendirian tentang apa yang baik dan apa yang tidak baik, mengenai apa yang patut dan tida patut untuk dilakukan seseorang. Dikatakan moralnya baik apabila sikap dan perbuatannya sesuai dengan pedoman sebagaimana digariskan oleh ajaran Tuhan, hukum yang ditetapkan pemerintah serta kepentingan umum. Pelanggaran terhadap norma hukum sekaligus juga melanggar norma moral. Karena itu bagi pelanggar norma hukum akan mendapat dua sanksi sekaligus, yaitu sanksi hukum dan sanksi moral. Sanksi hukum berupa hukuman sesuai dengan aturan-aturan yang ditetapkan pemerintah. Sedangkan sanksi moral berupa: (1) sanksi dari Tuhan, (2) sanksi pada diri sendiri, dan (3) sanksi yang berasal dari keluarga atau masyarakat.
4. ETIKA DALAM BIDANG KETEKNIKAN
Etika sangat penting dalam menyelesaikan suatu masalah dalam bidang keteknikan, sehingga bila suatu profesi keteknikan tanpa etika akan terjadi penyimpangan-penyimpangan yang mengakibatkan terjadinya ketidakadilan. Ketidakadilan yang dirasakan oleh orang lain akan mengakibatkan kehilangan kepercayaan. Kehilangan kepercayaan berdampak sangat buruk, karena kepercayaan merupakan suatu dasar atau landasan yang dipakai dalam suatu pekerjaan.
Sebagai insinyur untuk membantu pelaksana sebagai seseorang yang professional dibidang keteknikan supaya tidak dapat merusak etika profesi diperlukan sarana untuk mengatur profesi sebagai seorang professional dibidangnya berupa kode etik profesi. Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari kode etik profesi tersebut.
1. Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dia lakukan dan yang tidak boleh dilakukan
2. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan keja (kalanggan social).
3. Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak diluar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi atau perusahaan.
Tanggung jawab profesi yang lebih spesifik seorang professional diantaranya:
a. Mencapai kualitas yang tinggi dan efektifitas baik dalam proses maupun produk hasil kerja profesional.
b. Menjaga kompetensi sebagai profesional.
c. Mengetahui dan menghormati adanya hukum yang berhubungan dengan kerja yang profesional.
d. Menghormati perjanjian, persetujuan, dan menunjukkan tanggung jawab.
Di Indonesia dalam hal kode etik telah diatur termasuk kode etik sebagai seorang insinyur yang disebut kode etik insinyur Indonesia dalam “catur karsa sapta dharma insinyur Indonesia. Dalam kode etik insinyur terdapat prinsip-prinsip dasar yaitu:
1. Mengutamakan keluhuran budi.
2. Menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia.
3. Bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat, sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
4. Meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesional keinsinyuran.
Tuntutan sikap yang harus dijalankan oleh seorang insinyur yang menjunjung tinggi kode etik seorang insinyur yang professional yaitu:
1. Insinyur Indonesia senantiasa mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan Masyarakat.
2. Insinyur Indonesia senantiasa bekerja sesuai dengan kempetensinya.
3. Insinyur Indinesia hanya menyatakan pendapat yang dapat dipertanggung jawabkan.
4. Insinyur Indonesia senantiasa menghindari terjadinya pertentangan kepentingan dalam tanggung jawab tugasnya.
5. Insinyur Indonesia senantiasa membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing.
6. Insinyur Indonesia senantiasa memegang teguh kehormatan, integritas dan martabat profesi.
7. Insinyur Indonesia senantiasa mengembangkan kemampuan profesionalnya.
Accreditation Board for Engineering and Technology (ABET) sendiri secara spesifik memberikan persyaratan akreditasi yang menyatakan bahwa setiap mahasiswa teknik (engineering) harus mengerti betul karakteristik etika profesi keinsinyuran dan penerapannya. Dengan persyaratan ini, ABET menghendaki setiap mahasiswa teknik harus betul-betul memahami etika profesi, kode etik profesi dan permasalahan yang timbul diseputar profesi yang akan mereka tekuni nantinya; sebelum mereka nantinya terlanjur melakukan kesalahan ataupun melanggar etika profesi-nya. Langkah ini akan menempatkan etika profesi sebagai “preventive ethics” yang akan menghindarkan segala macam tindakan yang memiliki resiko dan konsekuensi yang serius dari penerapan keahlian profesional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar